Rabu, 11 Januari 2012

CERPEN


CERPEN 
INIKAH RENCANA MU
            Usai mengamen sabtu itu.Aku duduk di warung kecil pinggir jalan.Siang itu sangat terik,sembari aku termenung dan terus berfikir kapan hidup ini akan berubah.Aku ingin lepas dari kesengsaraan ini.Ingin menghirup udara segar tanpa beban sdikit pun.Terkadang aku cemburu melihat      anak-anak yang hanya terpanku tangan meminta uang kepada orang tua mereka.Rasanya aku ingin seperti mereka.
            Namun itu sangat mustahil,karena aku hanya berjuang sendirian menghidupi hidupku ini. Yang ingin tidur saja harus berebut tempat dengan para gelandangan, mencari kios- kios kosong dan sepi setiap hari. Tidur beralaskan tanah dan beratapkan langit. Terkadang ditangkap satpol PP ataupun disiram bahkan diusir dari kios tersebut.
            Hal ini sangat berbeda dengan kehidupanku dulu, yang hanya menjetikkan jari dan semua yang kuinginkan terwujud. Kadang aku bertanya. “Apakah Tuhan masih peduli denganku?”. Seperti inikah rasanya ketika orang yang kita sayang harus pergi secepat ini. Miris rasanya hati ini mengingat kejadian itu.
            Ketika bencana itu seketika datang menjemput mereka. Ini bermula ketika aku tengah pulang kerumah usai berbelanja di pasar, Minggu itu. Tiba langit mendung dan guncangan hebat itu datang dan meruntuhkan bangunan-bangunan disekitarku. Aku berhasil menyelamatkan diri. Namun, hal ini tidak berpihak pada kedua orang tuaku yang tewas tertimbun       puing-puing reruntuhan bersama para warga yang juga tewas saat kejadian itu.
            Pahit rasanya mengingat kejadian itu. Aku benci dengan keadaanku sekarang, “Mengapa?, Mengapa?, dan Mengapa bukan aku saja yang berada diposisi mereka?”. Namun, itu hanya akan menjadi bunga tidurku. Berkali-kali aku mencoba bunuh diri, namun hasilnya nihil. Aku selalu selamat dari maut.
            Sekarang aku hanya bisa pasrah dengan keadaanku ini.            “Kapan aku bisa menyusul mereka yang lebih dulu meninggalkanku?”.                    Hal inilah yang terus aku pertanyakan. Aku ingin lepas dari kemelaratan ini, ingin kembali berkumpul dengan mereka seperti dulu.
            Namun, semua keluh kesahku itu berubah sejak Rabu sore, ketika kau menyelamatkan nyawa seorang kakek dari maut yang akan menjemputnya.
            Kejadian ini terjadi saat aku tengah santainya berjalan di pinggir rel kereta api menghitung uang hasil mengamenku sore itu. Namun, tak kusangka tiba-tiba ada seorang kakek bersama cucunya menyebrangi rel kereta api. Dari arah yang berlawanan kereta api jurusan Sidoarjo-Madura dengan lajunya akan menabrak kakek dan cucunya itu. Cucu kakek itu berhasil lari.Namun, sikakek hanya terdiam dan bingung.
           

            Cucu kakek itu terus berteriak agar kakeknya menepi. Namun,kakek yang menerima tekanan mental, tidak memperdulikan teriakan sicucu dan malah teriak histeris di rel kereta api. Aku lantas berfikir,”bagaimana keadaan cucu kakek tersebut jika harus kehilangan orang yang dia sayang?”. Apa nasibnya akan sama denganku?”.
            Tanpa berfikir panjang lagi aku langsung menolong kakek tersebut. Padahal, sejak kejadian itu, aku tidak pernah peduli dengan orang lain,bahkan mau mengorbankan nyawaku sendiri,hanya untuk menolong seorang kakek , yang sama sekali tak ku kenal.
            Tanpa sadar, aku kembali melakukan hal itu, menolong sesama yang dulu sering kulakukan saat kedua orang tuaku masih hidup. Seketika, kereta api itu tepat berada dihadapanku, aku bingung harus melakukan apa. 
            Tiba-tiba pencerahan itu datang, aku berhasil menyelamatkan nyawa kakek tersebut. Dengan wajah gembira aku menitikkan air mata haru, melihat cucu kakek yang langsung memeluk kakeknya.
            Seketika cucu kakek itu mengucapkan sebuah kata yang sangat asing bagiku. “Terima kasihKak”, semua orang menoleh padaku, Aku merasa seperti terlahir kembali didunia ini. Aku tidak dapat menahan tetesan air mata ini, aku langsung berlari, meninggalkan kakek dan cucunya itu. “Alhamdulillah kakek itu selamat”. Waw, aku kembali bisa mengucapkan kata-kata itu.
            Sejak kejadian itu, hidupku terasa lebih mudah, beban yang kupikal terasa lebih ringan. Aku juga mulai bisa kembali menghargai orang lain. Dan aku berjanji tidak akan pernah menyia-nyiakan hidupku ini. Karena,kehidupan biasanya diperuntuhkan hanya untuk orang tertentu saja. Ini adalah rencana ALLAH yang tidak ada seorang pun yang mampu mengetahuinya.

BIODATA

Nama                         : Nurlatifah Amu
TTL                 : Sidrap/05 Maret 1997
Agama           : Islam
Alamat           : Jl.Jend.Sudirman No. 37
Cita-cita         : Insinyur
Hobi                : Nonton sambil baca buku

Tidak ada komentar:

Posting Komentar